Gua Sunyaragi: Ketika Alam Berbicara Lewat Keheningan
Cirebon, rexnewsplus.com – Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern, Gua Sunyaragi berdiri sebagai saksi bisu dari sejarah dan spiritualitas yang mendalam. Seperti portal waktu yang membawa kita kembali ke masa lalu, Gua Sunyaragi memancarkan pesona yang tak lekang oleh waktu. Keindahan alamnya yang menakjubkan menyimpan kisah-kisah yang tak ternilai, mengundang setiap pengunjung untuk menyelami misteri yang tersembunyi di balik dinding batu. Salah satu bangunan unik yang berada di dalam kota Cirebon adalah Gua Sunyaragi, atau dikenal juga sebagai Taman Sari Sunyaragi. Gua Sunyaragi merupakan sebuah situs bersejarah yang dulunya digunakan oleh para sultan di masa lalu untuk bermeditasi serta mengatur strategi perlawanan terhadap penjajahan Belanda.
Gua Sunyaragi atau Taman Sari Gua Sunyaragi adalah sebuah gua buatan yang berlokasi di kelurahan Sunyaragi, Kesambi, Kota Cirebon dimana terdapat bangunan mirip candi yang disebut Gua Sunyaragi, atau Taman Air Sunyaragi, atau sering disebut sebagai Tamansari Sunyaragi. Nama “Sunyaragi” berasal dari kata “sunya” yang artinya sepi dan “ragi” yang berarti raga, keduanya adalah bahasa sanskerta. Tujuan utama didirikannya gua tersebut adalah sebagai tempat beristirahat dan meditasi para Sultan Cirebon dan keluarganya.
Sejarah berdirinya gua Sunyaragi memiliki dua buah versi, yang pertama adalah berita lisan tentang sejarah berdirinya Gua Sunyaragi yang disampaikan secara turun-temurun oleh para bangsawan Cirebon atau keturunan keraton. Versi tersebut lebih dikenal dengan sebutan versi Carub Kanda. Versi yang kedua adalah versi Caruban Nagari yaitu berdasarkan buku Purwaka Caruban Nagari tulisan tangan Pangeran Kararagen atau Pangeran Arya Carbon tahun 1720. Sejarah berdirinya gua Sunyaragi versi Caruban Nagari adalah yang digunakan sebagai acuan para pemandu wisata gua Sunyaragi. Menurut versi ini, Gua Sunyaragi didirikan tahun 1703 Masehi oleh Pangeran Kararangen, cicit Sunan Gunung jati. Kompleks Sunyaragi lalu beberapa kali mengalami perombakan dan perbaikan.
Alih-alih menyerupai gua, bangunan cagar budaya ini justru lebih mirip dengan candi yang disusun dari batu-batu karang. Dibangun oleh cicit Sunan Gunung Jati sekitar abad ke-16, yaitu Pangeran Mas Zainul Arifin, dulunya kompleks gua dikelilingi danau penampungan air dan pohon Jati. Namun, saat ini danau sudah mengering. Gua Sunyaragi merupakan salah satu bagian dari Keraton yaitu Keraton Kasepuhan. Penyematan kata gua sendiri berasal dari “Guha” yang berarti buatan.
Kompleks tamansari Sunyaragi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu pesanggrahan dan bangunan gua. Bagian pesanggrahan dilengkapi dengan serambi, ruang tidur, kamar mandi, kamar rias, ruang ibadah dan dikelilingi oleh taman lengkap dengan kolam. Bangunan gua-gua berbentuk gunung-gunungan, dilengkapi terowongan penghubung bawah tanah dan saluran air. Bagian luar kompleks aku bermotif batu karang dan awan. Pintu gerbang luar berbentuk candi bentar dan pintu dalamnya berbentuk paduraksa.
Induk seluruh gua bernama Gua Peteng (Gua Gelap) yang digunakan untuk bersemadi.
Selain itu ada Gua Pande Kemasan yang khusus digunakan untuk bengkel kerja pembuatan senjata sekaligus tempat penyimpanannya. Perbekalan dan makanan prajurit disimpan di Gua Pawon. Gua Pengawal yang berada di bagian bawah untuk tempat berjaga para pengawal. Saat Sultan menerima bawahan untuk bermufakat, digunakan Bangsal Jinem, akan tetapi kala Sultan beristirahat di Mande Beling. Sedang Gua Padang Ati (Hati Terang), khusus tempat bertapa para Sultan.
Walaupun berubah-ubah fungsinya menurut kehendak penguasa pada zamannya, secara garis besar Tamansari Sunyaragi adalah taman tempat para pembesar keraton dan prajurit keraton bertapa untuk meningkatkan ilmu kanuragan.
Dilihat dari gaya atau corak dan motif-motif ragam rias yang muncul serta pola-pola bangunan yang beraneka ragam dapat disimpulkan bahwa gaya arsitektur gua Sunyaragi merupakan hasil dari perpaduan antara gaya Indonesia klasik atau Hindu, gaya Cina atau Tiongkok kuno, gaya Timur Tengah atau Islam dan gaya Eropa.
Gaya Cina terlihat pada bunga seperti bentuk bunga persik, bunga matahari dan bunga teratai. Di beberapa tempat, dulu Gua Sunyaragi dihiasi berbagai ornamen keramik Cina di bagian luarnya. Keramik-keramik itu sudah lama hilang atau rusak sehingga tidak diketahui coraknya yang pasti. Penempatan pada bangunan Mande Beling serta motif mega mendung seperti pada kompleks bangunan gua Arga Jumut memperlihatkan bahwa gua Sunyaragi mendapatkan pengaruh gaya arsitektur Cina.
Sebagai penutup, Gua Sunyaragi tidak hanya menyimpan keindahan alam dan arsitektur yang menakjubkan, tetapi juga menjadi saksi bisu perjalanan sejarah dan budaya. Dengan pesonanya yang unik, gua ini mengajak kita untuk lebih mengenal dan menghargai warisan leluhur, sekaligus memberikan pengalaman yang tak terlupakan bagi setiap pengunjung. Mari jaga dan lestarikan keajaiban ini agar tetap menjadi bagian dari cerita indah Indonesia. (Razny/rn+)
Artikel ini diambil dari halaman rri.co.id dengan judul “Gua Sunyaragi, Petilasan Situs Sejarah di Tengah Kota Cirebon”
Halaman ugj.ac.id dengan judul “Belibur Sekaligus Belajar Sejarah di Taman Sari Gua Sunyaragi”
Dan dari halaman ChatGPT
Redaksi menerima sumbangan tulisan, berita dan artikel yang berhubungan dengan pariwisata. Apabila memenuhi syarat, setelah melalui proses editing seperlunya akan segera ditayangkan. Materi dan photo-photo (max 5 gambar) bisa di kirimkan melalui nomor WA Redaksi
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!