GUBERNUR PUN MAKAN SATE KULIT NGUDI RAHAYU TANPA TAKUT KOLESTEROL

“….Bahkan ibu sampai kaget
ketika Kang Emil sempat makan disini…”

(Bandung,rn+) Siapa yang tidak suka makan daging ayam? Terutama bagian kulit? Penganan ini memang salah satu favorit warga +62 untuk dikonsumsi. Daging ayam selain harganya murah, mudah didapat, bila diolah dengan cara apapun terasa enak dan secara agama halal.
Bagian dari ayam ini bukan hanya daging saja yang banyak dikonsumsi, tetapi bagian kepala, ceker, usus, dan juga kulit ayam.

Kalau kita melintas Jalan Lombok di Kota Bandung mengarah ke Masjid Istiqomah, ada taman kecil dengan pohon besar ditengahnya,tepatnya di ujung Jalan Ambon dan Jalan Madura, jangan melirik ke sebelah kanan. Ini seperti gaya iklan laundry, sebab kalau melirik pasti mata kita akan tertuju pada sebuah kedai kecil yang menjual sate kulit ayam. Namanya kedai Ngudi Rahayu, dirintis oleh Ibu Pariyem Rahayu pada tahun 1992. Semula dia berjualan di depan Masjid Istiqomah Bandung, lalu dua kali berpindah dan sudah sekitar delapan tahun menetap di tempat itu.

Dengan dibantu oleh tujuh pegawainya yang dibagi dalam dua shift, kedai ini buka mulai pukul 12.00 hingga pukul 00.00 tengah malam. Bila jam makan siang tiba, pelanggan sudah antri sejak sebelum buka. Tempatnya nyaman, di bagian belakang didirikan tenda sekitar ukuran 3 x 6 meter dengan kursi yang nyaman. Kalau penuh, Mas Saipan, pelayan yang merangkap sebagai tukang parkir akan dengan sigap membukakan tempat dengan menyusun kursi cadangan dekat pohon yang teduh.

Ibu Enung, wanita paruh baya yang sudah cukup lama menjadi bekerja di kedai itu menceritakan bahwa pelanggannya bukan hanya orang Bandung saja, tetapi banyak dari luar kota, terutama Jakarta. “Bahkan ibu sampai kaget ketika Kang Emil sempat makan disini,” kenangnya sambil tersenyum mengingat memori kedatangan orang nomor satu di Jawa Barat itu. Kedai dengan omset di bawah 10 juta per hari itu, selama masa pandemi ini masih tetap mematok harga IDR 10.000 per tusuk. Menurut Enung harga tersebut belum naik sejak dua tahun lalu. Kendati demikian rasa dan ukuran tidak pernah berubah.

Menu disini memang di dominasi ayam yang sudah diungkeb untuk kemudian di goreng atau di bakar. Dari hasil pengamatannya pelanggan lebih banyak minta di goreng karena lebih cepat. Selain itu terdapat tahu dan tempe bacem, pepes tahu, sate usus, dan sate telur puyuh.

“Yang menjadi ciri khas disini adalah sate kulit,” ujar Bu Enung sembari menunjukan beberapa tusuk sate kulit tersebut. Terdapat lima potongan kulit ayam dengan ukuran besar yang ditusuk dengan tusuk bambu sepanjang 15 cm. Menurutnya kulit tersebut diambil dari bagian paha ayam. “Ibu Rahayu pemilik sekaligus peracik menu ini dengan resep andalannya mengolah semuanya, sehingga cita rasa yang didapatkan sesuai dengan lidah pelanggannya. Apalagi dengan sambal minyak yang pedas…. ” pungkasnya.

Tidak dipungkiri lagi bahwa kulit ayam itu nikmat, namun kita tetap harus membatasi mengkonsumsinya. Seperti pepatah mengatakan bahwa sesuatu yang berlebih itu tidak bagus. Apalagi menurut penelitian para ahli, bahwa pada bagian kulit ayam tersebut mengandung kolesterol yang cukup tinggi. Nilainya adalah 132 miligram kolesterol per 100 gram. Selain itu, jumlah lemak yang terdapat dalam kulit ayam sebanyak 43,99 gram. Nilai yang cukup besar. Jadi secara ilmu kesehatan, mengonsumsi kulit ayam yang berlebih, apalagi yang digoreng bisa meningkatkan kadar kolesterol dalam diri kita.

Tetapi tenang, para ahli lain memberikan tips untuk tetap bisa mengkonsumsi kulit ayam, yaitu jangan makan kulit ayam terlalu banyak, jangan menggoreng kulit ayam terlalu kering dan jangan menggoreng kulit ayam dengan tepung. Skin… skin… skin (joseph/nr+)