ANDA PUAS SAYA LEMAS
“……Sesungguhnya saya saat itu berfikir apakah ini akhir dari hidup saya,
saya sudah lemas, sulit bernafas, pitingan
dileher tidak kunjung dilepaskan,
semakin saya bergerak semakin kencang dia memiting, saya pasrah……”
Bandung, rexnewsplus.com – Profesi seorang Tour Guide atau Tour Leader bagi sebagian orang adalah pekerjaan paling menyenangkan, karena berawal dari sebuah hobby bercerita, menerangkan sesuatu, lalu dibayar. Pepatah mengatakan pekerjaan yang paling menyenangkan adalah mengerjakan hobby yang dibayar.
Siapa yang tidak tertarik dengan pekerjaan ini ? Menjelajah seluruh pelosok negeri, berkesempatan menjajal tempat duduk kelas premium di penerbangan, hotel type suites, makanan kualitas bagus, berinteraksi dengan publik figur. Tak ketinggalan membawa segepok kertas berharga, kadang merah atau berwarna hijau untuk dibawa ke rumah, membuat dapur terus ngebul.
Menjadi Tour Leader atau Tour Guide seperti itu adalah sebuah kesempatan yang sangat terbuka ketika kita bekerja di sebuah Biro Perjalanan. Management kantor umumnya memberikan kesempatan pertama pada karyawannya khususnya di Divisi Tour untuk membawa rombongannya itu. Apabila tidak ada staff yang bisa atau mampu berangkat, perusahaan akan meminta jasa Tour Leader atau Pemandu Wisata dari luar, biasanya dipilih yang cakap, sesuai kriteria dan tentunya sudah tersertifikasi serta tergabung dalam wadah organisasi resmi
Nama panggilannya Sigit, lengkapnya Sigit Permono kelahiran lebih setengah abad lalu di Kota Subang Jawa Barat. Semasa kuliah digandrungi banyak mahasiswi karena pembawaannya humoris. Ganteng pada jaman nya. Mungkin ini syarat supaya disukai para wanita, digandrungi para mahasiswi, yaitu harus bodor, harus menciptakan suasana humor, bisa membuat lawan bicaranya tertawa, nyaman dengan atmosfir yang diciptakannya.
Ternyata bukan hanya modal pelet Jepang atau pelet Jerman saja untuk bisa menarik perhatian lawan jenisnya. Tak pelak lagi, seorang kembang kampus seangkatannya benar-benar jatuh cinta hingga saat ini memberikan 2 buah cinta mereka. Nurjanah, yang menjadi istrinya sekarang sempat diperebutkan banyak mahasiswa. Mungkin karena yang lain tidak lucu jadi tidak dipilih.
Sigit lulusan Aktripa Stiepar Yapari Bandung, Angkatan 86. Ada 3 jurusan saat itu, Usaha Perjalanan Wisata (Tour and Travel), Perhotelan dan Bina Wisata. Saat penjurusan Sigit terpengaruh oleh ucapan dosennya yang mengatakan bahwa bila masuk jurusan Tour and Travel julukannya adalah Makelar Elite, masuk jurusan Perhotelan julukannya Kacung, dan bila mask jurusan Bina Wisata itu Calon PNS.
Sigit mencerna keras maksud dari dosennya itu. Kegalauan berkecamuk dalam hatinya. Bagi Sigit, pilihannya hari ini akan jurusan perkuliahan, begitu pula pilihannya terhadap Nurjanah akan menentukan masa depannya. Dan kini terbukti mereka hidup bahagia sejahtera.
Ketika rexnewsplus.com menemuinya di sebuah Cafe di Stasiun Bandung usai mengantarkan tamu dari salah satu travel agent yang memakai jasanya, dengan wajah ceria tapi tetap terlihat keletihan di matanya, Sigit banyak bercerita tentang pekerjaan yang dia gelutinya saat ini.
“ Dunia saya di Pariwisata, saya memulai pekerjaan ini dari bawah. Selepas kulian saya tidak langsung belerja di dunia pariwisata, saya justru bekerja di sebuah bengkel mobil, karena saya suka pada otomotif. Saya memiliki sebuah Toyota Hardtop yang saya sebut Si Kukut yang sering saya bongkar pasang sebagai hobby.” Ungkap Sigit.
Namun passion sesungguhnya memang ada di pariwisata, Sigit diterima disebuah kantor biro perjalanan ternama saat itu. Kariernya bagus, berbagai pengalaman dikecapnya semasa bekerja di sana.
Waktu berjalan, pola pikirpun seiring, Sigit beberapa kali pindah tempat kerja hingga akhirnya dia memiliki perusahaan sendiri. Namun terpaan pandemi membuat usahanya harus tiarap sementara waktu.
“Selama saya bekerja di travel agent, saya sudah menjelajah banyak negara. Banyak suka duka dan pengalaman yang saya dapat. Sebagai Tour Leader yang membawa group ke Australia saya pernah hampir terbawa terbang Balon Gas tanpa awak….” sejenak Sigit menerawang, mecoba memulihkan peristiwa yang sempat menggegerkan.
Cerita dia, saat tiba di Canberra di beberapa ruas jalan terdapat iklan CANBERRA FESTIVAL BALOON awalnya dia tidak terlalu memperhatikan atau tidak tertarik akan hal itu, namun saat ngobrol santai dengan driver di sela waktu senggang acara tour, pengemudi bus di Sydney – Aussie dia menginformasikan ada acara tahunan yang merupakan event langka, bahwa akan terbang puluh bahkan ratusan baloon gas esok pagi di salah satu district.
Namanya Tour Leader profesional, kalau urusan optional ber-cuan pasti jago, maka dia mengajak peserta tour untuk ramai-ramai menyaksikan peristiwa itu. Lokasinya di sebuah lapangan terbuka kurang lebih 20 menit dengan bus dari hotel. Betul saja saat itu tepat jam 06.30 waktu Canberra, ada puluhan balon sudah mengudara. Begitu tiba di lokasi tanpa berfikir panjang Sigit langsung turun mendekat dan dengan kamera yang dibawanya dia berfoto di salah satu balon udara itu. Tapi ketika bergaya yang ke sekian kalinya dia memegang tali salah satu baloon yang sudah mengambang terbang kurang lebih 5 meter dari atas tanah, karena ingin dapat pose yang terbaik.
“Tanpa saya sadari balon tersebut perlahan meninggi bersamaan sayapun terbawa mengudara tertarik tali tersebut dan bergelantungan. Sayapun kaget sejadi-jadinya meninggi sekitar 2 sampai 3 meter di atas tanah. Saya panik, malah memegang lebih erat tali itu, tapi dari kejauhan terdengar seseorang berteriak JUMP….JUMP… JUMP… Seketika saya tersadar dan sayapun langsung melepaskan tali dari pegangan… terjun bebas walaupun hanya 2meter… beruntung masih di area padang rumput jika tidak segera bisa lompat di danau atau jalan aspal…” cerita Sigit. Jatuh dari ketinggian itu tidak sakit, tapi malu nya terbawa sampai Bandung.
Tetapi pengalaman yang paling tidak pernah dia lupakan hingga saat ini dan selamanya, bahkan sempat dia berkonsultasi pada seorang psikiater, adalah ketika mengalami kejadian saat menunaikan ibadah umroh di Tanah Suci.
Sambil bergetar Sigit menceritakan pengalamannya yang sempat membuat trauma berkepanjangan.
“Kejadian ini di mesjid Al-Nabawi (Madinah), suatu sore dalam suatu kerumunan ada terjadi seseorang berkebangsaan Timur Tengah, saya tidak tahu pasti dari negara mana, orang itu ditangkap Askar (polisi) karena dicurigai melakukan sebuah kejahatan atau pelanggaran menurut hukum setempat. Lelaki tersebut di borgol dan di giring ke mobil jeruji bersama puluhan askar, melihat kejadian tersebut spontan ratusan orang yang ada di sekitar yang menyaksikan kejadian langka itu termasuk saya. Lalu spontan saya ambil keluarkan hand phone, saya rekam dan ambil beberapa kali photo untuk mengabadikan kejadian tersebut. Banyak pula yang melakukan hal itu, karena tidak mau ketinggalan kejadian langka ini. Sebagai informasi disini pihak kerajaan memberlakukan hukum pancung bagi pelanggar hukum dalam kesalahan tertinggi. Nah sedang asyik-asyiknya mengabadikan kejadian itu dengan kamera hand phone, eh tiba salah satu askar/polisi menghampiri saya dan langsung merampas HP dan memiting leher saya dan digusur ketengah dan bersuara keras dengan Bahasa Arab yang tidak saya mengerti. Saya berusaha melepaskan pitingan tersebut karena leher tercekik susah bernafas dan sakit sekali. Namun Askar dengan tubuh tinggi besar dan garang terlalu kuat untuk saya lawan. Anehnya semakin dia berteriak-teriak dengan suara keras hal itu memancing anggota Askar lainnya turut menyergap saya. Sesungguhnya saya saat itu berfikir apakah ini akhir dari hidup saya, saya sudah lemas, sulit bernafas, pitingan dileher tidak kunjung dilepaskan, semakin saya bergerak semakin kencang dia memiting, saya pasrah… saya pun tidak faham, pikiran saya berkecamuk tidak karuan dalam kebingungan, sesungguhnya apa kesalahan saya? Setelah mereka menarik paksa dengan lengan yang besar di leher saya, nampak salah satu Askar membuka isi HP saya. Sekitar 15 menit kemudian pitingan saya dilepaskan. Saya sudah semakin sulit bernafas, antara ketakutan yang bertubi-tubi dan kebingungan.” Sigit bercerita sembari mengusap air mata yang tanpa disadarinya membasahi matanya.
Lanjut dia, akhirnya askar bersuara keras tadi mengembalikan HP nya dan berbicara dengan bahasa yang dia tidak mengerti. Tapi dari gestur nya Sigit menyimpulkan bahwa dia dipersilahkan pergi dan tidak boleh mengabadikan peristiwa itu.
Sigit segera bergegas ke kamar hotel yg tidak terlalu jauh. Sisa sakit akibat pitingan masih terasa, tetapi trauma yang dialaminya begitu membekas.
“Jadi saya mengambil kesimpulan jika ada penangkapan pelanggar hukum di negeri itu berhati-hati bila kita abadikan, atau jangan kita abadikan, karena itu tidak boleh. Aparat akan secara acak menangkap siapa-siapa yg mengambil video penangkapan tersebut. Ini sangat berbeda dengan di negeri kita, boleh ambil video atau foto dan share ke medsos” kata Sigit mengingatkan.
Dibalik cerita konyol dan sedih itu, Sigit pun bercerita hal yang menyenangkan.
“Kalau dulu sebelum masa pandemi, sepulang dari bawa tour ke luar negeri atau domestik kalau bawa ibu-ibu, pulang ke rumah istri saya menyambut dengan senyum lebar, menyambut dengan segenap kasih sayang, karena tahu saya banyak bawa Vitamin D.” Ujar Sigit sambil tertawa.
Baginya menggeluti dunia pariwisata khususnya sebagai Tour Leader atau Tour Guide adalah sangat menyenangkan. Terutama ketika mendapatkan tips dari tamu dan Vitamin D dari artshop atau atraksi wisata. Sebanding dengan tenaga dan pemikiran yang dikeluarkan, demi memenuhi kepuasan para wisatawan kerap harus bekerja keras hingga larut malam. Wisatawan puas dan diapun lemas. (joseph/rn+)