JALAN IN AJA DULU SIAPA TAU JADIAN DI AIR TERJUN SINAR TIGA
Lampung, rexnewsplus.com – Air Terjun, dalam Bahasa Sunda dikenal dengan kata Curug banyak terdapat di wilayah Indonesia. Kondisi alam pegunungan membentuk dataran tinggi dan rendah dengan bentang alam yang indah, sungai mengalir deras dan jatuh bebas ke dataran yang lebih rendah.
Dari ketinggian sekira 30 meter, air jernih terjun bebas membentur bebatuan hitam di bawahnya, gemerciknya jelas di gendang telinga ketika mendekat. Hawa sejuk terasa di kulit dan menyelusup ke dalam rongga dada, segar dan ringan, seolah syaraf otak mengirimkan sinyal perintah otot menghilangkan lelahnya.
Air Terjun Sinar Tiga, demikian nama curug tersebut. Berada di Desa Harapan Jaya, Kecamatan Way Ratai, Kabupaten Pesawaran – Lampung Selatan, bisa ditempuh dengan kendaraan kecil maksimal type elf.
Di bulan Agustus ini masuk ke musim kemarau. Air lebih jernih, namun debitnya tidak banyak. Tetapi bila di musim hujan, air melimpah tidak sejernih saat ini.
Menapaki Air terjun Sinar Tiga ini, kita akan disuguhi aneka jenis tanaman dan pepohonan. Tanaman kakao atau coklat dan kopi di sekitarnya nampak mendominasi.
Sepanjang jalan masuk dengan jarak dari Ticket Box sekitar 1,2 KM hingga curug, berbagai informasi dan kalimat penyemangat akan kita baca. Misalnya jarak tempuh yang sudah kita lalui dan berbagai tulisan, antara lain JALAN IN AJA DULU, SIAPA TAU JADIAN. Kalimat sederhana namun memancing kita tersenyum diantara letih dan mengatur nafas. Bagi para muda-mudi sih seakan menjadikan sebuah janji dan komitmen.
Air Terjun Sinar Tiga ini secara kewilayahan masuk dalam wilayah kerja Taman Hutan Raya (Tahura) Wan Abdul Rahman (WAR) di bawah Dinas Kehutanan Provinsi Lampung.
Menilik dari sejarah air terjun ini, tidak terlepas dari sosok Mbah Basrowi. Dia mengklaim sebagai penemu air terjun ini pada tahun 1966.
“Dulu kawasan ini masih hutan belantara, sekitar tahun 1966 pukul 3 pagi saya naik gunung ini, dalam kegelapan malam diterangi cahaya obor saya menemukan air terjun ini,” ungkap mbah Basrowi mengisahkan saat ditemui rexnewsplus.com Minggu (28/08/2022).
Lanjut dia, jalan yang licin dan terjal saat itu tidak mengurungkan semangatnya saat mendengar gemericik air jatuh dari ketinggian. Tiada takut akan binatang buas, kendati beberapa kali dia temukan beruang, macan dan lainnya.
“Ah ngga ada saya temukan itu yang namanya wewe gombel, kuntilanak, setan atau apapun yang berbau mistik, klenik. Tapi yang jelas masuk wilayah ini nda boleh sembarangan atau menantang alam,” Mbah Basrowi menangkis ketika awak media menanyakan hal-hal yang seram.
“Pernah ada seorang gadis, berlaku dan tutur bahasa tidak sopan, lha tiba-tiba dia menari-nari dan bernyanyi sendiri jaran kepang, tapi tatapannya kosong. Terpaksa aku naik bukit itu untuk menyembuhkan. Makanya dimanapun khususnya di alam jangan sembarangan,” ujar Mbah Basrowi mengingatkan.
Mbah Basrowi berinisiatif membuka akses masuk menuju air terjun sendiri, tidak terpikirkan tempat tersebut akan menjadi salah satu DTW. Dalam benaknya saat itu ingin banyak orang datang ke air terjun, supaya dia bisa berjabat tangan dengan banyak orang, menjalin silaturahmi dengan lapisan masyarakat dari seluruh dunia. Tak terpikirkan baginya makna pariwisata, karena saat itu mendengar kata pariwisata pun tidak pernah.
“Menjadi tempat piknik bagi banyak orang,” pungkas pria berusian senja asal Yogyakarta yang telah pindah ke tempat ini sejak tahun 1946 ini.
Inisiatif Mbah Basrowi membangun jalan menuju curug ini rupanya mendapat perhatian dari pemuda desa dan pemdes setempat, makan dengan swadaya swadana mereka membangun Air Terjun Sinar Tiga ini menjadi salah satu Daerah Tujuan Wisata.
Dengan harga tiket masuk sebesar IDR 10.000 per orang, sebagian dana tersebut masuk ke kantong pribadi Mbah Basrowi, sebagian lagi untuk desa dan masyarakat yang terlibat.
Bukan hanya sebagi obyek wisata semata, Air Terjun Sinar Tiga bisa menjadi tempat untuk healing, mendinginkan pikiran, menyingkirkan kepenatan dan menggerakan seluruh badan yang selama ini hanya duduk dibelakang meja.
“Ada beberapa bagian akses jalan yang mesti mendapat perhatian pengelola, mendekati air terjun terdapat jalan yang tidak terpasang pagar pagar pengaman, ini sangat berbahaya karena jurangnya cukup dalam,” ungkap Siti Rohimah seorang blogger asal Lampung saat bertemu rexnewsplus di curug. Omeh, panggilan akrabnya tidak sendiri datang ke air terjun ini, dia datang atas undangan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Lampung dalam rangka Famtrip Festival Krakatau.
Baginya masukan ini sangat penting karena dengan ditayangkannya pemberitaan Air Terjun Sinar Tiga ini di berbagai media sosial akan berdampak besar. Pembenahan fasum – fasilitas umum yang ada seperti ruang ganti, toilet dan kedai makanan perlu menjadi prioritas.
“Peran pemerintah dalam hal ini Dinas Pariwisata setempat sangat diperlukan, karena untuk membangun DTW perlu kebijakan dan penataan dan pendanaan. Kedepannya bisa dibuat sebuah paket wisata yang sangat menarik dengan mencakup seluruh kearifn budaya lokal, dengan mengajak komunitas jeep Lampung misalnya, berkeliling kampung dan air terjun serta potensi wisata disini. Saya lihat terdapat pembuatan kerajinan anyaman bambu, home made kopi, pala dan penyulingan minyak sereh,” Hebenezer, pegiat wisata alam dan pengurus DPP ASTINDO menambahkan saat ditemui di desa wisata Harapan Jaya.
Bang Heben, panggilan akrab senior pariwisata ini banyak memberikan masukan bagi Dibudpar Lampung. Melalui Rika Kemala dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata yang mendampingi para peserta Famtrip Festival Krakatau, Heben banyak menyampaikan pandangannya perihal sebuah obyek wisata itu harus apa dan bagaimana.
“Lampung ini sangat potensial, bila membidik para expatriate di Jakarta saja yang jumlahnya ada sekitar 50ribu orang, 10 persen nya saja datang ke Lampung sudah berapa PAD yang akan masuk. Lantas orang Jakarta, 5 persen saja yang datang ke Lampung, secara nominal sudah bisa dihitung. Semuanya harus teritegrasi dan siap dalam berbagai services dan grooming,” pungkasnya
“Tabik pun, semua masukan akan kami sampaikan pada atasan kami, ini menjadi hal yang perlu disegerakan pembangunan kepariwisataan di daerah kami,” tutup Rika yang sering disapa Atu Rika ini. (joseph/rn+)