SEJARAH TAMANSARI YOGYAKARTA, DIBANGUN RAKYAT MADIUN SEBAGAI GANTI PEMBEBASAN PAJAK
Yogyakarta, rexnewsplus.com – Perjanjian Giyanti membawa konsekuensi pecahnya wilayah Mataram. Setelah perjanjian Giyanti itu muncullah daerah Mancanegara Timur yang berada di timur dari Yogyakarta. Daerah-daerah ini menjadi bagian dari Keraton Yogyakarta usai Perjanjian Giyanti.
Beberapa di antaranya Madiun, Magetan, Caruban, separuh Pacitan, Kertosono, Kalangbret (Tulungagung), Ngrowo (Tulungagung), Japan (pasca 1838 Mojokerto), Jipang (Bojonegoro), Teras Keras (Ngawen), Selo, Warung (Kuwu Wirasari), dan Grobogan (Jawa Tengah).
Raden Prawirodirjo I muncul sebagai salah satu bupati di Madiun.Konon rakyat di wilayah Mancanagera Timur pernah diminta untuk membuat bangunan di kompleks Keraton Yogyakarta. Kedua bangunan yakni Tamansari dan Benteng Baluwerti.
Kedua bangunan ini berdiri atas jerih payah dan kucuran keringat rakyat mancanegara (wilayah terluar kerajaan) walaupun mengalami beberapa kali renovasi, dikisahkan pada “Banteng Terakhir Kesultanan Yogyakarta: Riwayat Raden Ronggo Prawirodirjo III dari Madiun sekitar 1779 – 1810”.
Rakyat mancanegara dibawa oleh para bupatinya ketika momen Garebek Maulud yang diadakan setahun sekali di ibu kota keraton. Garebek, selain sebagai bukti loyalitas para bupati terjadi Raja Yogyakarta, yang kala itu dijabat oleh Sultan Hamengkubuwono I.
Proses pembangunan kedua bangunan itu juga konon dikisahkan menjadi momen rakyat mancanagera, yang dibawa ke ibu kota memikul beban kerja rodi yang sangat berat melaksanakan aneka proyek pembangunan di sekitar ibu kota keraton, salah satunya Taman Sari.
Pembangunan Taman Sari sendiri dilakukan atas permintaan Sultan Hamengkubuwono I, yang disambut oleh Raden Ronggo Prawirodirjo I. Hal itu atas inisiatif permintaan keringanan pajak dari Raden Ronggo Prawirodirjo I yang harus disetorkan ke Sultan Hamengkubuwono I.
Raden Ronggo Prawirodirjo I beranggapan bahwa tidak sedikit penduduk Madiun menjadi korban ketika Perang Giyanti. Alhasil Sultan Yogya kala itu langsung bermusyawarah dengan Raden Adipati Danurejo, saudara ipar sultan sekaligus Patih Yogyakarta.
Permintaan keringanan pajak dari Madiun akhirnya dikabulkan. Tapi sebagai gantinya, bupati wedana dan penduduk Madiun siap memberikan sumbangsih guna memperindah Keraton Yogyakarta.
Raden Ronggo Prawirodirjo I memenuhi permintaan Hamengkubuwono I itu. Komitmen tersebut dia tepati dengan mempersiapkan batu merah dan kelengkapannya, guna pembangunan Tamansari sejak 1758 hingga 1765/9.
Dalam perjalanannya, pembangunan Tamansari selama satu dasawarsa lebih, ternyata membutuhkan tenaga rakyat Madiun yang lebih banyak, dan menelan biaya lebih besar melebihi pajak yang harus diserahkan dalam setahun.
Oleh sebab itu, Raden Ronggo Prawirodirjo I menyampaikan keberatannya dan meminta untuk berhenti membantu menyelesaikan pembangunan.
Raden Ronggo Prawirodirjo I juga pernah diminta memimpin pembangunan Benteng Baluwarti yang awalnya hanya berupa pagar dari kayu. Pembangunan benteng dipimpin langsung oleh putra mahkota, yang kelak jadi Sultan Hamengkubuwono II. (Avirista Midaada/Alya/rn+)
Artikel ini telah diterbitkan di halaman Sindonews.com dengan judul “Sejarah Tamansari Yogyakarta, Dibangun Rakyat Madiun sebagai Ganti Pembebasan Pajak”
Redaksi menerima sumbangan tulisan, berita dan artikel yang berhubungan dengan pariwisata. Apabila memenuhi syarat, setelah melalui proses editing seperlunya akan segera di tayangkan. Materi dan photo – photo ( max 5 gambar) bisa di kirimkan melalui nomor WA Redaksi (+62) 87729436180
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!