PUTU LAKSAGUNA MENYEPI DITENGAH HIRUK PIKUK KOTA BANDUNG

I Gusti Putu Laksaguna usai persembahyangan (foto.igpl)

rexnewsplus.com – Mungkin hanya ada satu di dunia kejadian sebuah wilayah gelap gulita sepanjang malam, tidak ada lalu lalang kendaraan di jalanan, tidak ada aktivitas manusia di siang hari. Yang ada hanya pecalang, yang ditunjuk untuk mengamankan lingkungan setempat.

Peristiwa itu hanya sekali setahun dan itu hanya ada di Pulau Bali, Pulau Dewata yang merupakan pusat Agama Hindu di Indonesia.

Masyarakat Hindu Bali adalah masyarakat yang sangat patuh pada ajaran Agama Hindu. Itu sudah tertanam sejak kecil. Budaya yang turun temurun dari nenek moyang masih sangat melekat dan terjaga hingga jaman digital ini. Begitu kuatnya adat dan budaya Bali ini seakan-akan arus modernisasi tidak bisa menembus sampai memporak porandakannya.

Lain di Bali, lain di Bandung, Jawa Barat.

Para perantau asal Bali rupanya masih memegang teguh adat istiadan dan budaya daerahnya. Kendati tidak sama persis dengan apa yang dilakukan disana, tetapi semua perantau Bali yang bergama Hindu akan melakukan ritual yang sama. Memang tidak ada upacara-upacara yang lengkap, tidak ada Ogoh-ogoh, yang ada adalah bersembahyang di Pura.

Bersama Chairman of European Tourism Labour Organization (foto. igpl)

I Gusti Putu Laksaguna sudah lama merantau di Bandung. Ingin sesungguhnya dia merayakan rangkaian Ritual Nyepi di tanah leluhurnya di Bali, tapi karena satu dan lain hal tahun ini urung melaksanakannya. Kendati demikian Putu melaksanakan rangkaian upacara itu sesuai dengan situasi dan kondisi di tempat tinggalnya kini.

“Hari ini Rabu,(02/03/2022) ada Upacara Mecaru Tawur Kesanga atau Pengrupukan di Pura Secapa-AD, Hegarmanah Bandung – Jawa Barat. Saya akan bersembahyang ke Pura itu.” ujar Putu saat dihubungi melalui saluran telepon oleh rexnewsplus.com.

Pura Wira Candra Dharma yang terletak di dalam lingkungan Sekolah Calon Perwira Angkata Darat (SECAPA AD) adalah salah satu Pura yang cukup megah yang ada di Kota Bandung. Menurut data yang dikutip dari Biro Pusat Statistik Kota Bandung, terdapat Lima Pura yang tersebar di empat Kecamatan di Kota Bandung.

Keluarga adalah segalanya (foto igpl)

Ada kegundahan dalam hati Putu untuk melaksanakan ritual penyepian. Tahun ini rupanya dia harus melakukan tapa brata, meditasi dan berpuasa sendirian di dalam kamarnya. Istrinya dengan kondisi kesehatan nampaknya tidak bisa menemaninya. Ruangan kamarnya akan gelap selama 24 jam mendatang, sedangkan di ruangan lain harus terang, sehubungan dengan cucu kesayangannya yang masih balita takut akan kegelapan, tidak bisa berada di dalam ruangan gelap.

“Tapi itu tidak mengurangi sedikitpun niatan saya bermeditasi, berpuasa, berintrospeksi selama nyepi ini.” Terangnya pada rexnewsplus.com

I Gusti Putu Laksaguna diketahui sebagai Bali Bagus, anak ke enam dari tujuh bersaudara ini lahir 69 tahun lalu dan besar di Tabanan – Bali. Pendidikan dasar hingga menengah atas diselesaikannya di kota kelahirannya. Prestasinya gemilang. Putu kecil menyukai hal-hal yang berhubungan dengan bidang kepariwisataan. Tanpa disadarinya mungkin ini terbentuk oleh pulau yang didiaminya adalah sentral dari kepariwisataan.

Selepas SMA, putu melanjutkan studinya Akademi Perhotelan Nasional Bandung. Di awal tahun 70-an lah ini dia memulai pengembaraannya untuk mempelajari seluk beluk pariwisata, khususnya di bidang perhotelan. Semata-mata kelak ilmu yang diraihnya di Pulau Jawa akan disumbangsihkan untuk membangun daerahnya, Bali.

Menerima Sertifikat sbg ASEAN Master Trainer dr William Angliss Australia di Manila, Filipina thn 2014 (foto igpl)

“ Saya senang belajar, selesai di APN (Akademi Perhotelan Nasional) jurusan Hotel Operation untuk Basic Level, saya melanjutkan kuliah di Pusat Pendidikan Perhotelan (NHI) Bandung jurusan Food and Beverage untuk Middle Level,” ungkap Putu.

Lanjut dia, Pusat Pendidikan Perhotelan (NHI) Bandung jurusan Hotel Management (Upper Level), lalu dia kuliah lagi mengambil jurusan Administrasi Negara di Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Negara (STIA LAN – RI. Tak puas dengan gelar sarjananya, Putu mencoba melanglang buana ke Guilfford, Inggris untuk belajar Tourism Management and Hospitality Education dan lulus S2 dengan predikat terbaik.

Sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber daya Budpar, mendampingi Menteri Budpar Jero Wacik pada Hari Wisuda STP Bandung (foto.igpl)

“Sebetulnya saya masih nafsu sekolah ingin meraih gelar Doktor, lalu saya ambil jurusan FISIP di Universitas Hassanudin, alhasil…. drop out hahahhaha……….karena pindah tugas dari Makassar ke STP Nusa Dua Bali” Putu menceritakan sambil tertawa. Tapi dia tidak berkecil hati, tidak lulusnya itu karena faktor kesibukan yang luar biasa di pekerjaannya.

Selain pendidikan formal, rupanya bapak 2 anak dan 2 cucu ini ini banyak mengikuti pendidikan profesional. rexnewsplus.com sempat mencatat di antaranya Pendidikan bergelar Diploma Hotel Management pada American Hotel and Motel Association Institute Montreux, Swiss, lalu untuk meraih gelar CFBE Certified Food and Beverage Executive di Montreux, Swiss, gelar CHA (Certified Hotel Administrator juga di Montreux, Swiss.

Belum puas menambah ilmu di otaknya yang encer ini, Putu Laksaguna pun meraih pendidikan di Belanda, Australia, Italia, Belgia, Philiphina, Spanyol dan di dalam negeri pula.

Hasil dari belajar sampai ke ujung dunia diaplikasikan Putu di sektor pekerjaan formal pariwisata dan lembaga pendidikan pariwisata, antara lain di Kota-kota besar di Indonesia hingga di luar negeri. Nama Putu Laksaguna sangat dihormati di Jeneva Swiss. Dikenal oleh kalangan Praktisi dan Akademisi pariwisata Indonesia.

Terakhir I Gusti Putu Laksaguna saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Tim Professional Pariwisata Nasional berdasarkan SK Menparekraf yang bertindak sebagai National Tourism Professional Board of Indonesia.

I Gusti Putu Laksaguna pensiun tahun 2013 dari Kemenparekraf sebagai Inspektur Jenderal, jabatan Eselon 1 karier puncak sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil

Bersama alm penyanyi favorit Kus Hendratmo menghadiri Peresmian Patung Garuda Wisnu Kencana (foto.igpl)

Dimasa pensiun ini, hari-harinya dihabiskan untuk momong cucu, membaca artikel-artikel dan berita perkembangan pariwisata Internasional dan Nasional, membuat paparan-paparan tentang pariwisata dan perhotelan dari berbagai artikel untuk kemudian di share ke beberapa sekolah pariwisata.

Putu Laksaguna seorang yang selalu rendah hati dengan tutur bahasa halus, menyejukan lawan bicara, selalu berharap pada generasi penerusnya untuk membangun pariwisata Indonesia dengan cara yang berbeda, melalui jalur pendidikan atau sebagai praktisi di lapangan.

Di Hari Raya Nyepi bagi Putu Laksaguna memiliki filosofi di mana segenap umat Hindu memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, untuk melakukan penyucian Buana Agung (alam raya dan seluruh isinya) dan Buana Alit (manusia).

Mulai hari Kamis, (03/03/2022) Putu akan melaksanakan Catur Brata Penyepian, yaitu empat pantangan, yang meliputi amati geni (tidak menyalakan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak melakukan kegiatan hiburan).

Menyadur apa yang ditulis oleh, I Wayan Sudarma, NYEPI MENUJU SUNIA, bagus sekali apa yang diungkapnya. Sunia bermakna Dunia Sepi Kosong.

”Pada awalnya adalah kegelapan yang sangat pekat. Semua yang ada ini tidak terbatas dan tidak dapat dibedakan. Yang ada saat itu adalah kekosongan dan tanpa bentuk. Dengan tenaga panas yang sangat dahsyat,terciptalah kesatuan yang kosong” Rgveda X.129.3.

Hari Raya Nyepi merupakan keterpaduan antara penyucian diri (mikrokosmos) dengan penyucian alam semesta (makrokosmos). Melaksanakan mulat sarira, mawas diri, dan menilai secara jujur dan jernih apa yang telah kita perbuat dan apa yang akan kita lakukan selanjutnya di tahun mendatang.

Dilandasi ajaran Tat Tvam Asi sebagai konsep kemanusiaan yang universal, meletakkan dasar kesamaan derajat, harkat dan martabat serta hak dan tanggung jawab sebagai warga bangsa secara proporsional. Sesungguhnya semua umat manusia sama di hadapan Tuhan. Karena Ia berasal dari sinar kehidupan yang sama dan dapat bergerak atas kehendakNya. Sira ya ingsun, ingasun ya sira. Karena itu kita semua adalah bersaudara dalam keluarga besar bangsa Indonesia (vasudaiva kutumbhakam)

MELASTI- melakukan kegiatan ritual ke laut atau ke mata air dengan prosesi “Nagasankirtan” berjalan beriring-iringan mengusung arca pralingga. Untuk melebur berbagai kekotoran pikiran, perkataan dan perbuatan seraya memohon anugerah air suci, air kehidupan dari dalam samudera yang sekaligus bermakna menghanyutkan penderitaan dan noda-noda kehidupan. Melasti sebagai simbol pembersihan diri dengan membuang sifat-sifat buruk dan perilaku kotor sehingga upacara Nyepi dapat dilaksanakan dengan jiwa raga dan pikiran yang suci.

TAWUR AGUNG (Tilem Kesanga) yang dilaksanakan sehari menjelang Hari Raya Nyepi dilaksanakan pecaruan yang disebut Tawur Kesanga yang dapat diartikan sebagai pemarisudha atau pembersihan dan bermakna sebagai sarana untuk mengharmoniskan hubungan Bhuana Agung (makrokosmos) dengan Bhuana Alit (mikrokosmos), menyeimbangkan hubungan Panca Maha Bhuta, menyelaraskan fungsi seluruh Indriya yang selama ini bebas mengembara menikmati pesona jagat Maya. Tilem Kesanga (Tawur Agung atau Bhuta Yajna) sesunguhnya sebagai momentum untuk intropekasi diri (Back And Look Inside), mengalahkan musuh sejati yang selama ini bercokol dalam diri: kebencian, amarah, egoisme, kebingungan, iri hati, dengki, kemunafikan, dan ketamakan. Dengan pengerupukan sebagai simbol telah saatnya Bhuta Kala untuk kembali ke asalnya yang disebut Somya atau senyap.

NYEPI/SIPENG (sepi) adalah ketika angin menyeruak dedaunan, tiada guman manusia, tiada deru kendaraan, tiada lolongan anjing, tiada gemerincing suara gamelan. Seakan seluruh kehidupan terhenti. Sebelum Matahari terbit sampai menjelang terbit kembali keesokan harinya, umat manusia melaksankan Catur Brata Penyepian: Amati Gni, Amati Karya, Amati Lelungan, dan Amati Lelanguan dengan melaksanakan tapa, brata, yoga, dan meditasi; pembacaan ayat-ayat suci Veda dalam hati di kediaman masing-masing atau tempat-tempat suci. Menghentikan sejenenak aktivitas mikrokosmos dalam upaya intropeksi diri terhadap segala sepak terjang pikiran, perkataan, dan prilaku yang telah kita lakukan serta merenung, menyusun rencana apa yang akan kita lakukan kemudian guna perbaikan kualitas karma. Dengan Nyepi kita memberikan kesempatan kepada Ibu Pertiwi dan Semesta Jagat Raya yang merupakan Kalpa Vrksa (pemenuh segala keinginan) untuk beristirahat dan bermeditasi sejenak setelah setahun memenuhi segala kebutuhan dan asa semua penguninya, agar dapat mereposisi dirinya, sehingga manusia dan mahluk lainnya dapat hidup nyaman dan aman di kemudian hari.

Karena manusia sesungguhnya mendambakan keharmonisan hidup, kebahagiaan, kesejahteraan, dan kedamaian. Kitab suci Arthasastra menyatakan bahwa: “dambaan manusia itu dijamin akan terwujud apabila telah terjadi hubungan harmonis antara empat faktor, yaitu: Ideologi, Agama, Pembangunan Politik, dan Keagamaan.

NGEMBAK GNI, mengisyaratkan kepada manusia yang “Multikultural” untuk bersatu padu, menghargai perbedaan sebagai kebenaran illahi, memaafkan adalah perbuatan mulia yang akan membuat hidup kita terasa lebih damai. Melayani mereka yang lemah, membantu mereka yang menderita adalah karma utama saat ini, karena sesungguhnya melayani semua mahluk dengan cinta kasih, dan kasih sayang adalah bentuk pemujaan kepada Tuhan (serve to all man kind is serve to the God)

Melalui Dharma Santih kita berdoa dan berharap; semoga kita bangkit bersama di bawah sinar suciNya, guna membangun kesadaran dan rasa saling memaafkan, dilandasi kerendahan hati, saling hormat-menghormati, jujur, sederhana, toleransi, mampu memaknai kebebasan dengan rasa penuh tanggung jawab menuju kehidupan yang harmoni, damai, bahagia, dan sejahtera.

Marilah bangkit, bersatu padu dalam kebhinekaan, berkarya sepenuh hati dengan kebersamaan, menuju kesunyataan sejati; menggapai pembebasan tertinggi untuk Sang Diri dari lautan Samsara. (joseph/rn+)