MENITI RATUSAN TANGGA DI GUA PERI UNTUK MELIHAT PATUNG DEWI KWAN IM
Kuching, rexnewsplus.com – Bagi anda yang memiliki jiwa petualang tentunya sangat faham dengan dua hal yang akan ditemui bila akan masuk ke dalam sebuah gua, yaitu kegelapan dan udara yang lembab. Kedua hal tersebut sebagai ciri khas asli sebuah gua, selain cerita-cerita mistis yang dibumbui guna lebih membuat daya tarik pengunjung.
Kondisi gua yang gelap dan lembab tersebut banyak mengundang beberapa binatang yang memang menyukai tempat seperti itu, contohnya kelelawar, ular, beberapa spesies burung dan serangga.
Untuk membuat kesan yang menyenangkan dan tidak menyeramkan, ada beberapa gua ditata dengan apik, dengan tata cahaya berwarna warni sehingga pengunjung merasa nyaman. Tampilan gua nampak semakin indah dengan teknik pencahayaan yang baik dan artistik dari lampu-lampu yang dipasang.
Terlepas dari pro kontra perihal sejatinya sebuah gua itu harus gelap atau terang, semua terpulang pada pilihan wisatawan sendiri, masing-masing bisa menentukan jenis gua yang mana yang ingin dikunjungi.
Kalau di Indonesia dikenal beberapa gua yang indah yang memiliki Stalaktit dan stalagmit, antara lain Gua Maharani, Gua Gong, Gua Tabuhan, Gua Ngalau Indah Payakumbuh dan Gua Tou Mulangke selain ratusan gua yang ada di Bumi Nusantara ini, di Negeri Jiran – Malaysia pun ada sebuah gua yang cukup menarik untuk dikunjungi. Namanya Gua Peri, atau dalam bahasa setempat disebut sebagai Gua Pari Pari atau Fairy Cave.
Gua Peri terletak di sebuah daerah perbukitan kapur di wilayah Bau, Kuching, Sarawak Malaysia. Daerah bernama Bau ini merujuk pada arti kata Bau itu sendiri yang berarti aroma bau kurang sedap. Hal ini pula berkaitan pada sejarah masa lalu.
“Pada tahun 1857 terjadi sebuah peperangan yang mengakibatkan ribuan orang tewas terbunuh dan menyebabkan bau busuk yang menyengat serta awet aromanya. Pertikaian itu terjadi karena para penambang emas saling berkompetisi. Konon daerah Bau juga dikenal dengan daerah penghasil emas yang mampu mengundang para pendulang emas dari berbagai daerah untuk mencari peruntungan,” terang Wak Rosli, Guide lokal senior di Kuching, Minggu (25/06/2023).
Jarak dari Kota Kuching ke lokasi Goa Peri sekitar 40 kilometer yang bisa ditempuh dengan kendaraan darat sekira 45 sampai 60 menit. Pemandangan alam yang dijanjikan sungguh bisa memanjakan pandangan mata ditengah kehijauan berbagai pemandangan alam pepohonan dan perbukitan kapur.
Fairy Cave dikelola oleh Sarawak Forestry Corporation, membuat kebijakan pengenaan harga tiket masuk sebesar RM5 atau sekitar IDR 15.000 bagi wisatawan asing dewasa, sedangkan bagi anak usia enam hingga 18 tahun dikenakan tarif RM2 atau sekitar IDR 6.000 saja dan gratis bagi anak-anak di bawah usia lima tahun.
Gua dalam perut perbukitan kapur itu memiliki tinggi sekitar 400 meter dari permukaan air laut. Untuk mencapai mulut gua kita harus meniti seratusan anak tangga yang melingkar sekitar 50 meter, yang dibuat secara kokoh dan nyaman. Pengunjung sangat disarankan untuk memakai pakaian olah raga berbahan katun dan sepatu olah raga yang nyaman karena medan dan trek yang akan dilalui cukup berbahaya, basah dan licin. Dalam hal ini pengelola menyediakan penyewaan alat-alat trekking dengan harga terjangkau.
Gua Peri merupakan gua kapur dari bentukan alam yang memiliki stalaktit dan stalagmit. Stalaktit berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti menetes. Stalaktit adalah sebuah jenis speleothem atau mineral sekunder yang menggantung pada langit- langit gua. Stalaktit yang keras ini terbentuk dari batu tetes yang terbentuk dari kalsium karbonat dan mineral lainnya yang mengendap dalam kurun waktu yang sangat lama, berpuluh bahkan beribu tahun.
Sedangkan stalagmit adalah bentukan alam yang menghadap secara vertikal ke atas dan menempel di lantai gua. Stalagmit terbentuk dari kumpulan kalsit yang berasal dari air- air yang menetes.
Stalaktit dan stalagmit adalah bentukan yang berlawan, sebagai hiasan gua yang unik dan indah dengan masing-masing karakter.
Untuk memasuki Gua, kita akan dibekali senter atau penerang jalan. Ada sekitar 60 an meter kita menaiki tangga yang terbuat dari beton dan besi kokoh. Jalan berkelok mengikuti kontur jalan yang ada. Nyala lampu dari senter sangat diperlukan untuk menapaki satu persatu anak tangga.
Saat masuk di dalam perut gua, pemandangan indah akan terlihat nyata, menghilangkan semua penat dan kesesakan nafas saat naik membawa berat beban badan sendiri. Cahaya matahari masuk melalui lubang besar dari sisi gua.
Nampak jelas stalagtit dan stalagmit kokoh dalam gua itu, betapa Agungnya Sang Maha Pencipta yang telah berkarya membuat bentukan alam yang indah ini.
Bergantung pada sudut pandang kita, beberapa stalagtit dan stalagmit seakan terlihat menggambarkan bentuk tertentu. Ada bentuk menyerupai binatang dan manusia. Kumpulan batu-batu stalagmit di bagian lain membentuk seperti kumpulan batu nisan dan seperti daerah pekuburan. Bahkan di salah satu sudut ada yang menyerupai sosok Dewi Kwan Im. Bentukan stalagmit yang menyerupai sosok Dewi Kwan Im itu pula berhasil menarik para umat Buddha untuk melakukan peziarahan di gua ini.
Wak Rosli, Guide mengingatkan agar setiap pengunjung yang masuk ke dalam gua ini tetap berperilaku sopan santun dengan mengindahkan semua aturan dan norma-norma yang berlaku.
“Unsur tak kasat mata pasti ada disetiap tempat. Saya pernah mengalami sendiri ketika disuruh guru silat untuk bertapa selama tiga hari di salah satu sudut gua ini bersama lima murid lainnya. Akan tetapi hanya satu malam guru saya sudah menjemput kembali dan kami semua melihat hal yang sama yang tidak bisa saya ceritakan, khawatir semua jadi takut,” ungkap Guide yang sudah berpengalaman lebih dari 20 tahun ini.
Rosli pun menceritakan secara singkat sebuah legenda terbentuknya gua ini, dikisahkan ada sebuah pesta warga kampung, tiba-tiba ada seorang anak kecil yang berasal dari kampung lain datang dan mengintip pesta itu.
Warga yang sedang berhajat tidak senang dengan kedatangan anak tersebut sebagai tamu tak diundang. Atas penolakan itu mereka membohongi anak kecil itu dengan memberikan sebatang bambu yang dikatakan berisi daging untuk dibawa pulang.
Ketika pemberian itu diserahkan pada ibunya, ternyata kosong, tidak ada daging yang disebutkan anak itu seperti yang dikatakan pemilik hajat kampung sebelah. Kontan saja sang ibu marah besar. Sebagai balasannya si ibu itu menangkap seekor kucing dan memakaikan baju pada kucing itu.
Dengan penuh amarah kucing yang telah didandani itu dilempar ke tengah kerumunan pesta sehingga mengundang gelak tawa penuh ejekan. Namun ditengah tawa ria masyarakat kampung sebelah yang tengah berpesta itu seketika berubah menjadi petaka.
Dikisahkan tiba-tiba datang badai dahsyat yang membuat penduduk kampung terkutuk menjadi batu seperti stalagtit dan stalagmit seperti sekarang ini. (joseph/rn+)
Bantu kami dengan meng-Klik Iklan yang muncul
Redaksi menerima sumbangan tulisan, berita dan artikel yang berhubungan dengan pariwisata. Apabila memenuhi syarat, setelah melalui proses editing seperlunya akan segera ditayangkan. Materi dan photo-photo (max 5 gambar) bisa di kirimkan melalui nomor WA Redaksi
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!