Blitar, rexnewsplus.com – Kata BLITAR, konon dikenal sebagai singkatan dari Bhumi Laya Ika Tantra Adhi Raja yang berarti Bumi Persinggahan Para Raja. Land of Kings. Kalimat tersebut terus digaungkan oleh masyarakat Blitar untuk menginisiasi daerahnya yang kaya akan potensi alam, budaya, kuliner dan lainnya sebagai landasan kepariwisataan.

Pariwisata secara umum terkonsentrasi pada bentang alam dan budaya, akan tetapi di kota yang ramah ini terdapat sebuah destinasi wisata rohani, khususnya bagi umat Katolik.

Ditemui saat rexnewsplus.com berkunjung ke tempat itu, Yohanes Yulianto Purnomo atau lebih dikenal dengan Pak Pur yang sudah belasan tahun dipercaya menjadi relawan pengelola tempat ini menceritakan secara singkat sejarah tempat ini.

“Berawal dari kunjungan ziarah rohani Romo C Bartels CM bersama beberapa orang OMK (Orang Muda Katolik) dari Stasi Ngadirejo ke Goa Maria Pohsarang Kediri, sesaat setelah berdoa di Goa Maria tersebut salah seorang menanyakan pada Romo itu, apakah mungkin di stasinya juga dibuat sebuah taman doa, Goa Maria untuk berdoa?” Pak Pur menjelaskan dengan suara lembut namun terdengar jelas dan mantap

Di Kuningan, Jawa Barat dikenal Goa Maria Sawer Rahmat, di Ambarawa dikenal Goa Maria Kerep, di Jogyakarta ada Goa Maria Sendang Sono yang sudah sangat terkenal dan di Kediri terkenal dengan Goa Maria Lourdes Pohsarang yang luas. Ada puluhan Taman Doa Goa Bunda Maria di Indonesia yang dijadikan sebagai tempat wisata rohani.

Secara khusus, rupanya Blitar memiliki pula sebuah taman doa, namanya Goa Maria Sendang Rejo, yang diresmikan oleh Drs. H. Djarot Syaiful Hidayat MS, Bupati Blitar pada tahun 2005 dan melalui misa khusus diberkati oleh Uskup Surabaya, Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono pada tanggal 01 Januari 2012.

Taman Doa Goa Maria ini terletak di desa Ngadirejo, Kec. Kepanjenkidul, Kota Blitar, Jawa Timur. Tempatnya tidak besar, kurang lebih seluas 1 hektar, terbelah oleh sebuah aliran sungai yang tidak pernah kering.

Lanjutnya, Romo, sebutan hormat untuk seorang Imam Katolik atau disebut juga Pastoor, tercengang dengan pertanyaan tersebut. Lalu dijawabnya dengan bijaksana, bisa saja, bila ada tempatnya, yang hening, jauh dari hiruk pikuk jalanan, ada sungai yang mengalir, ada sumber airnya. Romo menegaskan kriteria tempat yang ingin dijadikan sebuah taman doa itu untuk menjawab besarnya keinginan mereka.

Rupanya semangat iman yang kuat untuk mewujudkan impian agar menjadi kenyataan mendapat respon positif dari berbagai kalangan. Lalu dicarilah tempat dan disampaikan pada Romo Bartels tersebut. Dari sekian tempat yang diajukan, Romo sangat tertarik dengan sebuah lokasi di Desa Ngadirejo ini.

“Kondisi tanahnya saat itu sangat tidak terawat, tumbuhan liar, alang-alang, pohon bambu dan pepohonan lain. Menurut sebagian orang sangatlah tidak layak bila dijadikan sebuah Taman Doa Goa Maria, tetapi Romo sangat nyaman dengan tempat ini.” Ujar Pak Pur.

Sambil menawarkan secangkir teh hangat manis, Pak Pur melanjutkan, di tengah tanah tersebut ada sebuah pohon besar, namanya pohon Bendo, Romo lantas merenung dan memohon pendampingan Roh Kudus, sekiranya memang tempat ini cocok dan layak, pasti akan diberi kemudahan. Dan benar rupanya…

Tanah itu milik seseorang warga disitu, atas hasil lobbying dengan segala sukacita dan kerendahan hati, diberikan ijin untuk dibersihkan, ditata, dipinjamkan dan di kemudian hari dibeli untuk dijadikan tempat Taman Doa Goa Maria. Pemilik tanah mengijinkan, asal Pohon Bendo yang tumbuh di tanah itu tidak boleh ditebang

Untuk mencapai tempat itu tidak sulit, kecanggihan teknologi informasi jaman now sangat memberikan kemudahan. Akan tetapi yang perlu diperhatikan adalah akses jalannya relatif kecil. Bus besar tidak dapat merapat, harus beralih mempergunakan kendaraan kecil untuk mencapai lokasi.

Halaman depan Goa Maria ini bisa menampung sekitar 20 mobil kecil dan 30 an kendaraan roda dua. Suasana hening dan nyaman sudah mulai terasa saat kita mendekat. Aura kerinduan untuk berdoa dan mengadu pada Sang Khalik sudah terbentuk. Namun sesuai dengan protokol kesehatan ketat, setiap umat atau pengunjung yang akan masuk ke kawasan itu, wajib mencuci tangan di beberapa kran air mengalir lengkap dengan sabun cair dan tissue. Alat pengukur suhu tubuh terpasang di pintu masuk. Himbauan pemakaian masker jelas terpampang di beberapa sudut dinding. Pencegahan dini untuk penyebaran virus Corona sudah dilakukan dengan baik

Ada dua jalan menuju ke Goa Maria. Pengelola mengarahkan alur masuk dan keluar supaya lebih teratur. Pintu masuk akan melewati sebuah jembatan kecil yang dibawahnya terdapat sungai yang selalu mengalir. Akan kita temui bangunan kecil dimana terdapat sebuah tabernakel, Tempat ini bisa dipakai untuk menyampaikan intensi khusus doa. Di bagian belakang nya terdapat sebuah sumber mata air yang “disucikan”, yang diyakini oleh umat Katolik sebagai air penyegar jiwa yang haus akan Kasih Tuhan, penawar haus akan kerinduan pada kebaikan Bunda Maria.

“Umat yang percaya selalu akan membawa air suci itu untuk di bawa ke rumah dengan berbagai keperluan dan keyakinan. Air adalah sarana, air adalah media, air dari sumber tersebut tidak menyembuhkan, tetapi iman lah yang bekerja.” Pak Pur menegaskan.

Di samping kanannya terdapat sebuah aula terbuka, sebuah pendopo, dimana rombongan umat bisa berkumpul duduk lesehan untuk duduk di sana, berdoa dari situ, menghadap ke sebuah patung Bunda Maria yang berdiri di sebuah Goa di seberang sungai tadi. Suasana hening. Pengunjung maklum, faham dan sangat tahu bahwa lingkungan tersebut adalah taman doa, bukan tempat rekreasi sehingga tidak menimbulkan suara-suara yang berpotensi mengganggu pengunjung lain yang tengah berdoa secara khusyuk.

Lalu di pojok paling kanan terdapat beberapa anak tangga untuk memulai Doa Jalan Salib. Bagi Umat Katolik, prosesi Doa Jalan Salib adalah sebuah kerinduan khusus untuk mengenang kisah sengara Yesus Kristus ketika mendapat cobaan, dimana selama ritual tersebut umat akan mendaraskan Doa Bapa Kami dan Salam Maria sesuai dengan jumlah manik-manik di Rosario. Pemimpin Ibadah tersebut akan membimbing mulai dari perhentian pertama dalam kisah sengsara Yesus Kristus yang divisualisaikan melalui patung-patung. Dari setiap perhentian satu ke lainnya disampaikan doa-doa dan nyanyian sesuai tema perhentian.

Ada 14 perhentian mulai dari vonis Yesus Kristus untuk dihukum mati, proses penyiksaan hingga wafat dan dimakamkan. Keseluruhnya digambarkan secara sederhana namun mengandung makna yang dalam.

Di akhir perhentian dan doa, biasanya umat akan menuju sebuah lapangan dimana di atasnya terdapat sebuah patung Bunda Maria yang diletakkan di mulut gua. Itulah yang disebut sebagai Goa Maria.

Doa pribadi disampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Alllah Pengasih di hadapan Patung Bunda Maria, yang sangat diyakini hanya sebagai media doa

Pak Pur menjelaskan bahwa, bagi umat Katolik, dalam setahun ada 2 bulan yang dikhususkan untuk mengunjungi Taman Doa Bunda Maria, yakni pada bulan Mei (Bulan Maria) dan Oktober (Bulan Rosario). Untuk itu dirinya dan relawan pengelola terus berbenah demi kenyaman umat atau pengunjung yang ingin mengunjungi tempat itu.

“Disini terdapat juga sebuah kedai kecil yang menjual peralatan rohani seperti salib, rosario, buku-buku doa, lilin dsb. Kami pengelola tidak menarik tiket masuk, karena ini adalah rumah doa seluruh manusia yang percaya padaNya. Akan tetapi bila ingin berdonasi sudah disiapkan tempat khusus.” Tutup Pak Pur.