Ketika sebuah alat musik Tambur dipukul, suara tersebut akan terdengar seperti saat kita mendengar ribuan liter air jatuh. Diambil dari sebuah referensi, kata Curug adalah suatu formasi geologi berasal dari arus air yang mengalir melewati suatu formasi bebatuan yang mengalami erosi dan jatuh ke bawah berasal dari ketinggian tertentu. Dengan Bahasa sederhana curug diartikan sebagai Air Terjun. Dari sekian banyak Curug yang ada di Jawa Barat, salah satunya adalah Curug Citambur yang secara geografis masuk ke wilayah Cianjur Selatan, Provinsi Jawa Barat, yang memiliki ketinggian sekitar 1.400 mdpl.
Dikelilingi oleh pemandangan yg indah dengan udara nan sejuk, air terjun ini jatuh dari ketinggian sekira 130 meter yang mana sesungguhnya memiliki tiga tingkatan air terjun. Tingkat pertama berketinggian 12 meter sedangkan tingkat kedua berketinggian 116 meter dan yang paling tas adalah 2 meter. Debit air yang jernih akan lebih besar saat musim penghujan dan guyuran airnya menimbulkan gemuruh serta menciptakan kabut tipis.
Dikelilingi oleh pemandangan yg indah dengan udara nan sejuk, air terjun ini jatuh dari ketinggian sekira 130 meter yang mana sesungguhnya memiliki tiga tingkatan air terjun. Tingkat pertama berketinggian 12 meter sedangkan tingkat kedua berketinggian 116 meter dan yang paling tas adalah 2 meter. Debit air yang jernih akan lebih besar saat musim penghujan dan guyuran airnya menimbulkan gemuruh serta menciptakan kabut tipis.
Mendengar keasrian curug tersebut, sebuah komunitas motor di Bandung bernama BTRC – Bandung Tourism Rider Community tertarik untuk menikmati bentang alam tersebut sekaligus mensurvey segala sesuatunya yang kelak menjadi bahan masukan bagi para stake holder dan penggiat pariwisata.
“Komunitas kami adalah para pelaku pariwisata di Kota Bandung yang concern terhadap kemajuan Pariwisata Jawa Barat…” ucap I Nyoman Tri Pandita yang merupakan Ketua dari komunitas ini. “….dengan melihat langsung obyek wisata kami bisa meberikan masukan positif kepada dinas terkait dan memasarkan kepada calon wisatawan. Di dalam komunitas ini ada anggota berbagai organisasi periwisata Indonesia,” lanjutnya ketika touring yang diikuti oleh sekira 30 pemotor belum lama ini.
Dalam kesempatan lain, Nico Darmawan Efendi salah seorang peserta touring mengatakan, “ Curug ini indah, airnya bening dingin dan membuat nyaman. Hanya saying aksesibitas ke tempat ini perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Kalau sebuah DTW ingin maju dan terkenal, aksesibitas harus bagus, untuk itulah kerjasama antar dinas diperlukan…” lebih jauh pengusaha biro perjalanan wisata yang sudah around the world ini mengatakan,” selama ini terkesan yang kita jual hanya wilayah utara, Tangkuban Parahu Ciater dan sekiarnya, justru wilayah selatan lebih indah. Ayo kita mulai pasarkan wilayah selatan…”
Untuk menuju Curug Citambur dari Bandung ke arah Soreang, untuk roda empat bisa melalui Toll Soroja, sedangkan premotor melalui Kopo. Dari sana diteruskan ke wilayah Pasir Jambu kemudian Ciwidey, Kawah Putih, Walini terus ke arah Situ Patengan. Akan ada pertigaan dekat kantor Kecamatan Rancabali, ambil belokan ke kanan menuju Perkebunan Teh Sinumbra. Dari sana sudah tidak terlalu jauh hingga Desa Karangjaya dan pintu masuk menuju Curug Citambur ada disebelah kanan. Saat masuk kita disambut dengan keindahan telaga kecil berwarna biru kehijauan dan berjalan sekita 200 meter menuju curug. Tiket masuk hanya IDR 10.000 per orang.
Perlu diperhatikan bagi para wisatawan yang akan berkunjung ke sana, beberapa ruas jalan masih jelek dan bahkan ada jalan menurun tajam dipenuhi bebatuan besar berbahaya. Tidak sedikit pengendara roda dua terjatuh dan mobil bermasalah karena parahnya kondisi jalan. Akang sangat berbahaya bila turun hujan. Untuk itu perlu segera perhatian dari Dinas PU – Bina Marga untuk perbaikan sebelum jatuh korban.
“Fasilitas umum disini sudah cukup bagus, ada toilet, mushala, kedai makanan, tempat sampah, petunjuk arah. Hanya saja beberapa pengunjung masih kurang sadar lingkungan dengan membuang sampah sembarangan.” Ucap Badru salah seorang peserta touring yang merupakan ketua organisasi PTLB – Paguyuban Tour Leader Bandung.
Ada hal menarik soal sejarah Curug Citambur, terdapat dua versi mengapa disebut Curug Citambur. Versi pertama menurut cerita pada jaman dahulu suara setiap air yang jatuh dari atas curug ke kolam berbunyi “bergedebum” seperti suara Tambur, sebuah alat musik tabuh yang dipukul. Maka disebut Citambur.
Versi lain mengatakan, curug tersebut dulu termasuk dalam wilayah Kerajaan Tanjung Anginan, yang rajanya bergelar Prabu Tanjung Anginan. Pusat kerajaannya berada di Pasirkuda, yang kini termasuk Desa Simpang dan Desa Karangjaya. Dugaan pusat kekuasaan di sana karena ada batu yang berbentuk kursi yang diyakini warga sebagai tempat duduk raja. Sementara itu, nama Pasirkuda karena ada sebuah batu di bukit (pasir dalam bahasa Sunda) yang berbentuk kuda. Pada saat kerajaan berdiri, setiap raja mau mandi ke curug selalu ditengarai dengan suara tambur, yang ditabuh para pengawal. Suara berdebumnya alat musik tabuh itu terdengar cukup jauh sehingga warga Pasirkuda menyebutnya Curug Citambur. Namun belum diketahui sejarah dan masa keberlangsungan Kerajaan Tanjung Anginan. (joseph/BTRC/PTLB)