MALIOBORO – MALYABHARA – MARLBOROUGH – MA LI BORO

Sepanjang Jalan Malioboro menjadi spot foto menarik (foto dok jogyavaganza)

Yogyakarta, rexnewsplus.com – Kota Gudeg atau Kota Pelajar merupakan sebutan untuk Ibu Kota Daerah Istimewa Yogyakarta.

Terletak di dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, Kota ini merupakan sebuah daerah yang memiliki keistimewaan khusus secara administrasi di wilayah NKRI sehingga menjadi salah satu provinsi di Indonesia.

Bila kita sebutkan kata Jogya, apa yang akan terbersit di benak kita?

Keraton, Gudeg, Perak Kota Gede, Batik, Mbah Maridjan dan banyak lagi. Tetapi bisa dipastikan yang ada dalam benak semua orang saat menyebutkan nama Jogya langsung terhubung dengan kata Malioboro, yaitu sebuah nama sebuah jalan yang fenomenal.

Kota Yogyakarta yang selalu ngangenin (foto dok jogyavaganza)

Kata Malioboro seakan menjadi ikon khusus, magnetnya terlalu kuat membius para pendatang atau wisatawan yang ingin berlibur ke kota itu. Daya tarik tersebut menjadikan Jalan Malioboro menjadi Ring Satu, patokan segala kegiatan di Jogyakarta.

Asal Usul Kata Malioboro

Penataan yang baik menjadi lebih indah (foto dok jogyavaganza)

Kata Malioboro sendiri hingga saat ini masih menjadi sebuah pembicaraan perihal asal usulnya. Diketahui asal nama Malioboro memiliki tiga versi cerita, yaitu berasal dari bahasa Sansekerta Malyabhara bermakna berhias karangan bunga. Lantas kata Malioboro dikaitkan dengan Duke of Marlborough, panglima kerajaan Inggris dan kata Malioboro berasal dari bahasa Kaili, yaitu “ma”, “li”, dan “boro” yang jika diartikan memiliki makna jalan untuk orang kecil (bukan orang ningrat).

Dari sumber lain diketahui bahwa nama Malioboro konon sudah diberikan oleh pendiri Keraton Yogya yaitu Pangeran Mangkubumi atau Sri Sultan Hamengku Buwono I. Penulisan saat itu Maliyabara.

Setiap sudut dan tulian menjadi spot foto (foto dok jogyavaganza)

Dikutip dari media online detik.com,  Malioboro disebut tidak sekedar nama saja, akan tetapi nama  tersebut merupakan bagian dari sumbu filosofi yaitu dari Tugu Jogja, Jalan Margoutomo, Jalan Maliyabara, dan Jalan Margomulya.

“Maknanya dari Tugu Golong-gilig atau Tugu Pal Putih ke arah selatan merupakan perjalanan manusia menghadap Tuhannya atau Sangkan Paraning Dumadi. Golong-Gilig melambangkan cipta, rasa, dan karsa yang dilandasi kesucian hati di warna putih,” jelasnya.

Kemudian, kata Charis (Budayawan dari Kotagede), melalui Margatama atau jalan keutamaan ke selatan melalui Jalan Maliyabara yang berarti keteguhan hati. “Ke selatan mendapatkan kemuliaan di Jalan Margomulyo, dan berakhir dengan pangurakan atau mengusir nafsu negatif,” katanya.

Terlepas dari mana dan bagaimana kata tersebut muncul, Malioboro adalah jalan yang fenomenal.

Sebagai Surga Wisata Belanja dan Kuliner

Sejak beberapa tahun silam, Jalan Malioboro menjadi pusat wisata belanja. Bagi para wisatawan seakan menjadi surga untuk berbelanja aneka parnak pernik khas Yogyakarta, mulai dari tas, hiasan, baju-baju dan bila malam hari aneka kuliner khas Jogja terhampar hampir di sepanjang trotoar jalan tersebut.

Terdapat Pasar Beringharjo yang menjual aneka jenis batik yang bagus dan murah, aneka makanan dan oleh-oleh di pasar tradisional ini. Selain itu terdapat pula Mall Malioboro yang menjadi pilihan masyarakat untuk memilih aneka belanjaan kelas Mall, Mirota Batik, dimana anda bisa membeli batik berkualitas terbaik dan ini semua semakin memancing hasrat belanja pengunjung.

Jogya terbuat dari Rindu ?? (foto dok jogyavaganza)

Bagi pemburu kuliner tradisional khas Jogja, terdapat banyak lesehan dan angkringan di sepanjang jalan ini. Berbagai menu kulinernya antara gudeg, nasi pecel, goreng gurung dara, bakmi Jogya, oseng mercon dengan rasa pedasnya, sate kere, kopi joss – kopi dicampur bara arang bakar dan banyak lagi kuliner lain.

Para Pedagang Kaki Lima (PKL) menguasai setiap sudut trotoar di dua sisi jalan. Layaknya pasar senggol, saking sempitnya jalan dan jumlah pengunjung yang membludak seakan sulit untuk bergerak.

Penataan Malioboro

Kondisi tersebut sangat rawan bagi pengunjung akan keamanan barang bawaannya, tidak sedikit masyarakat pendatang kehilangan barang-barang berharga akibat ulah tangan jahil yang mencoreng nama Jogya yang ber slogan berhati nyaman ini.

Untuk itu Pemerintah setempat menganggap perlu menata ulang kawasan Malioboro ini menjadi lebih cantik, nyaman dan aman. Kesemrawutan yang tercipta akan berubah seiring relokasi dan alih fungsi Jalan Malioboro.

Susana Malioboro malam hari (foto Kunkun Solehudin)

Malioboro kini tampil beda, lebih cantik, lebih nyaman, lebih mewah. Para pedagang kaki lima yang semula dituding sebagai biang kemacetan dan kesemrawutan jalan kini direlokasike Teras Malioboro. Ditata menjadi lebih bagus, rapih indah, aman dan nyaman.

Sepanjang Malioboro di pasang kursi-kursi bagi para pendatang untuk duduk-duduk menikmati indahnya malam. Penataan kursi dan taman yang apik disertai tata cahaya menjadikan tempat ini sebagai salah satu spot foto terbaik.

“Kalau malam Jalan Malioboro mulai jam 18.00 hingga 21.00 ditutup, ngga boleh masuk kendaraan bermotor,” ujar Adi seorang pengemudi becak saat berbincang dengan rexnewsplus di Kawasan Malioboro, Jumat (12/08/2022).

Adi Pelaku Pariwisata – Pengemudi Becak (foto Kunkun Solehudin)

Tambah dia, ada pengecualian bagi Mobil Ambulance, Angkutan Trans Jogja, Mobil plat merah dan kendaraan dengan ijin khusus bisa melintas di jalan tersebut.

Bagi Adi sebagai warga Jogya, dia sangat menghargai kebijakan pemerintah tersebut, karena baginya Jogja hidup dari Pariwisata dan dia merasa sebagai bagian dari pelaku pariwisata, untuk itu dia selalu mengajak teman-temannya untuk senantiasa menjaga Kota Jogya tersebut dan menjadikan sebagai Kota Ramah Wisatawan.

Jogya selalu ngangenin !! (kunkun solehudin/joseph/rn+)