LUMPIA GUDEG ALA SEKAR KEDHATON DI BEKAS IBUKOTA KESULTANAN MATARAM

Lumpia Gudeng, best seller Sekar Kedhaton Jogyakarta (foto Aldy)

Yogyakarta, rexnewsplus.com – Apa yang pertama kali terbayang kalau mendengar kata KOTAGEDE ? Perak. Ya, salah satu Daerah Tujuan Wisata di Jogya adalah sentra kerajinan perak bakar. Kotagede.

Salah satu sudut Kotagede masa lalu (foto tangkapan layar internet)

Mengutip dari wikipedia berbahasa Indonesia, Kotagede atau Kutagede, nama ini diambil dari nama kawasan kota lama Kotagede, yang terletak di perbatasan kecamatan ini dengan Kabupaten Bantul di sebelah selatan.

Sebelum 1952 wilayah ini merupakan bagian dari Kasunanan Surakarta yang merupakan sebuah enklave atau daerah kantong yang artinya adalah negara/bagian negara yang dikelilingi oleh wilayah suatu negara lain.

Semula, Kotagede adalah nama sebuah kota yang merupakan Ibu kota Kesultanan Mataram. Selanjutnya kerajaan itu terpecah menjadi Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.

Wilayah Kemantren Kotagede sebagian dulu merupakan bagian dari bekas kota Kotagede ditambah dengan daerah sekitarnya. Sedangkan bagian lain dari bekas kota Kotagede berada di wilayah Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul.

Sebagai kota tua bekas ibu kota kerajaan, kota Kotagede merupakan kota warisan (heritage) yang amat berpotensi bagi kemakmuran masyarakatnya. Namun hambatan pembagian wilayah pemerintahan akan terus menjadi permasalahan yang tak pernah dibahas dalam tingkat kemauan politik, kecuali masyarakatnya menghendaki.

Kotagede adalah kawasan bersejarah yang dikenal sebagai The Old Capital City yang banyak menyimpan sejarah tentang lahirnya Mataram Islam. Sekitar tahun 1575 berdiri sebuah kerajaan yang diprakarsai oleh Ki Ageng Pemanahan yang diyakini sebagai asal mula berdirinya kerajaan Mataram. Pada masa itu seluruh tanah Jawa merupakan daerah kekuasan kerajaan Mataram Hindu. Kerajaan ini memiliki tingkat peradaban dan kemakmuran masyarakat yang tinggi sehingga mampu membangun candi-candi yang indah dan megah dengan arsitektur yang hebat, antara lain dikenal Candi Borobudur.

Kotagede masa kini (foto tangkapan layar internet)

Kotagede dimasa kini menjadi kota yang semakin ramai walaupun sudah tidak sebagai ibukota kerajaan Mataram lagi. Bila kita susuri daerah ini akan banyak kita temukan bagunan tua yang artistik dengan bentuk dan gaya arsitektur unik. Banyak terdapat deretan toko yang hanya menjual kerajinan perak yang merupakan kerajinan turun menurun. 

Dari sekian bangunan heritage yang ada, akan kita temukan sebuah bangunan unik dan artistik, lokasi saat ini berada di Jl. Tegal Gendu 28 Kotagede – Yogyakarta. Kini bangunan tersebut menjadi sebuah rumah makan yang berkelas dan toko perhiasan perak.

Banguna heritage dahulu dimiliki Pak Tembong (foto Aldi)

Sebelumnya bangunan ini milik Pak Tembong, seorang saudagar kaya raya yang memiliki sejumlah gedung dan berbagai aset lain di kawasan itu. Hampir sepanjang jalan yang sekerang dikenal sebagai Jalan Tegalgendu adalah miliknya.

Waktu berjalan, Suyatin Anshor seorang saudagar perak, mengambil alih kepemilikan dari Pak Tembong. Lahan itu ditata, bangunan megah di percantik degan tidak mengubah gaya dan bentuknya, sebagian dijadikan restoran dan sebagian lagi dijadikan toko perak bernama Anshor Silver.

Restoran itu bernama Sekar Kedhaton.

Sebuah kebanggaan RI 1 berkenan singgah (foto Aldi)

Aldi Fadhlil Diyanto, SE, bersama istrinya Betta Farah, SE sebagai pasangan kompak menjelaskan perihal usahanya itu pada rexnewsplus.com dalam perbicangan suatu sore di restoran miliknya. Langgam gamelan sayup terdegar, Sinom Parijotho, menambah semarak suasana Jawa.

“Sekar itu bermakna bunga. Kalau orang Jawa bilang saya mau nyekar, pulang kampung, nah itu artinya kalau pulang kampung itu dia membawa bunga untuk ditaburkan ke makam keluarga atau leluhurnya. Kedhaton itu artinya Keraton. Jadi kesimpulannya Sekar Kedhaton diibaratkan sebagai Bunga nya Keraton.” Aldi menjelaskan.

Menu yang disajikan juga disukai anak-anak (foto Aldi)

Lanjut dia, bangunan ini dulu milik seseorang kaya yang sangat erat kaitannya dengan Keraton, namanya Pak Tembong, karena dia sebagai salah seorang supplier perhiasan di lingkunga keraton. Bangunan yang dibeli dari Pak Tembong ini memiliki sebuah sejarah unik, yaitu manakala Pak Tembong ingin membuat sebuah ruangan kamar mandi yang diisi lantainya dengan mata uang Gulden. Saat itu pemerintah Belanda merasa sangat tersinggung, marah dan terhina. Tapi mengetahui Pak Tembong sebagai salah seorang yang berpengaruh, maka Belanda pun dengan tak kalau pintar menyetujui tetapi dengan syarat mata uangnya itu disusun dengan posisi berdiri. Sulit direalisasikan.

Sejak itu beredar mitos dan kabar bahwa di Sekar Kedhaton itu terdapat peninggalan mata uang Gulden yang banyak.

“Kenyataannya sewaktu Bapak (orang tuanya) membeli bangunan tersebut tidak ada itu seperti cerita yang beredar.” Ujar Aldi tertawa.

Bangunan Heritage yang tetap dipertahankan (foto Aldi)

Bangunan yang dibeli dari pak Tembong luasnya sekitar 8.000 meter persegi, untuk restoran sendiri seluas, 3.000 meter persegi, lalu sebagian lain untuk artshop Anshor Silver dan Cafe dengan gaya klasik.

Sesuai dengan perda bahwa seluruh bangunan bersejarah / heritage harus dipertahankan, sehingga passat yang ada tidak boleh direka bentuk mejadi modern. Untuk itulah bangunan di Sekar Kedhaton sebagai salah satu cagar budaya tetap terjaga keasliannya, karena dari passat tersebut terkandung makna filosofi mendalam campuran dari budaya Eropa, Belanda, China dan Jawa.

Tamu tamu penting pernah singgah di Restoran Sekar Kedhaton (foto Aldi)

Restoran ini memiliki daya tampung maksimum sampai 1.000 bila seluruh lahan dipergunakan, hanya normalnya untuk 300 orang. Tetapi semasa pandemi ini hanya dibatasi 150 saja. Tercatat beberapa orang penting sempat singgah disini, antara lain Ibu Wapres Yusuf Kalla, Permaisuri Kerajaan Malaysia dan tentunya orang nomor 1 di Republik ini.

Segmen market yang disasar Aldi untuk restorannya adalah para wisatawan pangsa Eropa, Jepang, Rusia, Asia. Menurutnya sangat terbantukan oleh para Travel Agents dan Corporates, dinas-dinas bahkan kementrian yang ingin menikmati aneka masakan di tempatnya itu. Terlebih racikan masakannya dikerjakan oleh orang Jawa, Chef yang sudah faham dan khatam dalam dunia kuliner.

Iga Brongkos salah satu menu unggulan (foto Aldi)

Menu unggulan yang ditawarkan oleh Sekar Kedhaton antara lain Kakap Bakar Sambal Matah, Iga Brongkos, Lumpia Gudeg.

Iga Brongkos adalah masakan Jawa yang dibuat dari sup berwarna agak hitam dengan banyak campuran rempah Jawa antara lain kluwek yg dikombinasikan dengan iga. Sedangkan Lumpia Gudeg yang menjadi best seller, adalah perpaduan budaya Tionghoa dan Jogya, menjadi sebuah fusion kuliner kekinian.

“Kami memiliki karyawan sebanyak 40 orang, kebanyakan warga sekitar dan semua sudah vaksin Booster. Kami menerapkan prokes ketat sesuai anjuran pemerintah” ungkap Aldi yang beristrikan Betta Farah yang setia mendukung usahanya itu.

Dalam keseharian ditengah kesibukannya Aldi dipercaya sebagai Wakil Ketua PHRI DIY bidang Restoran dan Hiburan untuk masa bakti 2019-2023.

Beragam kalangan menikmati cita rasa resto khas Sekar Kedhaton (foto Aldi)

Sebelum pandemi, usaha restorannya sangat bagus, range pendapatannya tidak kurang dari angka 2 M per bulan, tetapi di masa pandemi semua merosot tajam kisaran 300 – 500 Juta per bulan. Tetapi menurut catatannya di akhir 2021 sudah mulai meningkat bagus, sehingga sebagian karyawannya yang sempat dirumahkan mulai dipanggil kembali.

“Kami menyadari bahwa restoran kami ini memiliki konsep yang sedikit berbeda, mungkin tidak semua kalangan masyarakat bisa datang karena special interest. Tapi kami tetap berkreasi dan berinovasi perihal menu sesuai dengan segmen market kami.” Ungkap jebolan S1 Manajemen STIE YKPN ini.

Perihal tingkat kompetisi kuliner di Jogya yang sangat tinggi bagi Aldi dan

Di depan Istana Negara untuk mempersiapkan jamuan kenegaraan (foto Aldi)

istrinya, itu merupakan warna yang indah dalam kearifan budaya lokal khususnya dalam hal kuliner. Banyak penjualan makanan minuman kekinian, angkringan-angkringan, masing-masing sudah memiliki market sendiri, memiliki peminat sendiri. Bagi mereka dengan mengembangkan Restoran Sekar Kedhaton ini ingin agar restorannya agar menjadi salah satu tempat tujuan utama kunjungan wisatawan di Yogyakarta. Aldi dan Betta akan tetap mempertahankan budaya dan tradisi Jawa, dengan tampilan gedung heritage sehingga bisa tetap dikenali oleh generasi mendatang. (joseph/rn+)